Langsung ke konten utama

Berkemah Semalam Di Rancaupas



"Kemping yuk!"

Sebuah ajakan yang terlontar dari mulut gue di tengah-tengah seriusnya saat rapat organisasi kampus, memecah keheningan. Memang kadang organisasi kampus itu bikin kita sumpek, apalagi kalau udah ngebahas masalah dan kendala proker, belum lagi ditambah dengan berbagai tugas kuliah dan skripsi yang terus menghantui. Obat dari semua kesumpekan tersebut adalah refreshing, apapun bentuknya, yang pasti kami memang harus escape sejenak  dari jeratan dunia kampus ini. 

"Gak bisa ditawar lagi! Harga mati pokoknya!" Gue pun mencoba mempengaruhi yang lain untuk seiya sepemikiran buat pergi kemping. Alhasil semua sepakat untuk pergi kemping, meskipun ada proses yang alot sebelumnya, ya itulah namanya musyawarah anak kuliahan, harus debat dulu (you know lah mahasiswa..).

Mulailah diatur waktu dan tanggalnya, hal yang paling sulit untuk bilang sepakat.

"Enggak bisa nih, ada acara Hima"
"Duh kalo tanggal segitu mah udah ke tag euy"
"Bisa sih, tapi siangnya ada acara keluarga"

Saut menyaut sanggahan waktu memang pemandangan biasa dalam merencanakan acara jalan-jalan atauatau trave. Gak mudah, dan (kadang) buat kesel capek. Tapi dengan kesabaran, akhirnya persetujuan tercapai. Meskipun sempat beberapa kali mundur kembali dari tanggal kesepakatan. Setelah tanggal disepakati, sekarang giliran tempatnya yang cukup buat bingung. Ada banyak opsi yang muncul, mulai dari Manglayang, Ciwidey, sampai Lembang. Tapi dengan berbagai pertimbangan akhirnya kami memilih Kampung Cai Rancaupas, di Ciwidey karena tempatnya memang sesuai dengan kebutuhan kami (re: instagenic)

Hari-H
10 orang yang menyepakati diawal, yakni Nadiya, Alifa, Frisca, Alex, Amel, Anieq, Anggi, Fitriyah, Ghiyats dan tentunya gue sendiri mulai packing barang di kediaman masing-masing. Gue memasukkan kaos, baju hangat, sarung, alat mandi, celana panjang, sandal jepit, dan power bank ke dalam backpack ukuran sedang. Dan beberapa peralatan bersama sudah disewa dan disiapkan dari jauh-jauh hari, seperti 2 tenda, sleeping bag, kayu bakar, makanan (mie, cemilan, nasi, dll), air mineral, kompor portabel, gas, tikar, lampu senter, peralatan masak, dan beberapa alat makan.

Semuanya, kecuali gue memulai start perjalanannya dari Jatinangor. Gue sendiri gak berangkat dari Jatinangor karena ada urusan di rumah, jadi gue berangkat dari Soreang, dan untungnya jaraknya lebih deket

Sempet kebingungan juga sebelum berangkat, karena mobilnya ternyata gak cukup. Soalnya jumlah muatannya over-capacity, ya orangnya, ya barang bawaannya. Harus ada orang yang berkorban untuk naik motor. Akhirnya, ada juga yang mau mengalah untuk naik motor. Yakni, Anggi dan Ghiyats yang bersedia mengalah. Mereka juga berangkat duluan dari rombongan yang naik mobil, untuk nge-tag tempat dan masang tenda, dan janjian dengan gue untuk berangkat bareng pas di Soreang. Niatnya sampai sore di Rancaupas, tapi malah ngaret gegara si Ghiyats bawa motornya lelet banget. Alhasil mereka sampai di Soreang pas Maghrib. Ujian baru datang lagi, tiba-tiba hujan deras turun, deras sederas-derasnya. Buset, kesel sih. Kami bertiga, menepi sejenak untuk sholat dan berteduh, sesekali mengontak yang berada di mobil. Dan ternyata mereka juga menemui masalah. 

"Kita belum berangkat, Alex (supirnya) tiba-tiba gak enak badan"

WHAT! Gue kira udah berangkat. Tapi untungnya bisa ada yang ngeback-up Alex. Enjang sang penyelamat menyanggupi untuk ikut kemping dan mengendarai mobil ke Rancaupas. Masalah selesai, rombongan dari Jatinangor pun berangkat.

Setelah hujan agak mereda, gue bertiga mulai melanjutkan perjalanan. Ya meskipun pake mantel, basah mah tetep basah aja. Sepanjang perjalanan kami diguyur hujan. Enggak apa-apa, yang penting selamat sampai tujuan. Sesekali berhenti di alun-alun Ciwidey untuk beristirahat dan mengisi perut dengan beberapa gorengan hangat sebelum akhirnya bergegas kembali mengejar waktu yang kian larut malam. Tanjakan, hutan, dan kabut menjadi teman selama perjalanan hingga akhirnya sampai ke tempat tujuan. Tibalah kami bertiga di gerbang Kampung Cai Rancaupas. Rp. 27.000 harga yang mesti dibayarkan untuk setiap orang yang berkemping di Rancaupas. Relatif terjangkau.

Kami segera bergegas mencari tempat yang bagus untuk berkemah. Setelah "beberapa" langkah, akhirnya kami menemukan tempat yang cocok. Jaraknya cukup jauh dari gerbang masuk, tapi lumayan ramai yang milih spot tersebut. Tenda pun kami bangun, dengan ditemani rintik hujan yang tak kian mereda. Gue dan Ghiyats agak sedikit kebingungan memasang tenda, karena diantara kami memang lupa cara memasangnya. Terakhir gue masang tenda pas persami waktu SMA kelas 10. Tapi bagaimana pun tenda ini harus terbangun, apapun caranya. Setelah cukup lama (sekitar 30 menit) akhirnya tenda berdiri juga meskipun kondisinya sedikit memprihatinkan. Tak lama rombongan lainnya pun datang dengan membawa segala perkakas. Huh. Akhirnya bisa rebahan juga. Hujan pun mulai reda, kayu bakar kami nyalakan untuk sekedar menghangatkan tubuh karena cuaca sangat dingin menusuk sampai rusuk. Sebagian yang lain memasak mie untuk mengganjal perut yang kian melintir.

Suasananya semakin hangat ketika tetangga perkemahan menyalakan juga api unggun. Bintang-bintang di langit terlihat banget dari sini. Cakep bener. Ada ribuan bintang di langit dan setiap jengkalnya gak buat bosan menatap langit. Semakin malam semakin ramai, kami juga semakin mendekatkan diri sambil bercerita satu sama lain. Malam yang panjang terasa sangat pendek. Sedikit ngantuk, karena cerita diantara kami semakin menghangatkan. Di tenda yang lain Enjang memilih tidur duluan karena lelah menyetir. Dan setelah bercerita panjang, beberapa dintara kami mulai tumbang termakan ngantuk. Waktu tidur juga tidak terlalu lama, karena subuh sudah mulai bergantian dengan malam. Dingin sepertinya semakin menjadi-jadi. Gue sempet kedinginan banget karena sleeping bag gue ilang, mungkin terselip-selip karena kondisi tenda yamg udah gak karuan.

Gak lama, lalu terdengar suara adzan berkumandang. Gue membangunkan yang lain untuk sholat, berjalan sambil menghangatkan badan pake sarung sepanjang perjalanan ke mushalla. Lalu setelah itu, kami menyaksikan mentari yang mulai menampakkan diri dari balik bebukitan. Wow. Pemandangan yang cantik banget. Gak lupa kamera mulai dinyalakan. Cekrek, cekrek, berfoto dengan latar matahari terbit.


Spot kemah kemah kami di padang rumput yang luas
Padang rumput yang mulai disinari oleh cahaya sang surya

Di Rancaupas ada penangkaran rusa yang lagi ngehits banget, kalau pagi gratis. Kami menyegerakan diri untuk kesana. Ternyata sudah ramai dipadati pengunjung. "Gue harus berburu tempat yang instagenic", pokoknya itu yang terbenak di pikiran gue, hahaha. Akhirnya beberapa foto bisa ter capture oleh kamer. Dalam hati "lumayan buat dipajang di Instagram". Setelah sekitar 45 menit menghabiskan waktu di penangkaran rusa, akhirnya kami bergegas ke tenda pelemahan untuk mengisi perut yang mulai merengek kelaparan. Menu nasi goreng menjadi santapan gue dan kawan-kawan lainnya. Dengan lahapnya, nasi goreng berpindah dari piring ke perut.


The team

Jangan takut, jinak kok rusaknya

Setelah semalaman berkemah, siangnya gue dan temen-temen mulai packing lagi buat segera balik ke Jatinangor. Peralatan pribadi masuk ke tas masing-masing, dan perlatan lainnya di bereskan untuk segera dimasukkan ke mobil. Tidak lupa sampah dipungut dan dibuang pada tempatnya. Akhirnya semuanya terbereskan rapih pada wadahnya. Kami pun segera bergegas pulang, namun sebelumnya kami menyempatkan dulu untuk menikmati pemandangan di Rancaupas sesekali berfoto dengan latar pegunungan yang hijau. 


Viewnya cantik bener
Landscape Rancaupas
Saatnya balik!

Ahh indahnya. Langit birunya, bukiytnya yang hijau benar benar menyegarkan pikiran. Berkemah semalam di Rancaupas benar-benar melarikan pikiran kami dari tugas-tugas yang membuat kepala sumpek dan saling mendekatkan kami satu sama lain. Disisi lain kami juga belajar, bahwa setiap masalah ada jalan keluarnya. Tidak lama kami mulai naim ke kendaraan masing-masing. Dan kami balik ke Jatinangor menemui kembali organisasi dengan segala tugas-tugasnya


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengaruh lingkungan internasional terhadap kebijakan di Indonesia

Sistem politik merupakan suatu tata cara untuk mengatur atau mengelola bagaimana memperoleh suatu kekuasaan di dalam negara, mengatur hubungan pemerintah dan rakyat atau sebaliknya, pengaturan negara dengan negara, atau negara dengan rakyatnya. Sistem politik pada suatu negara terkadang bersifat relatif, hal ini dipengaruhi oleh elemen-elemen yang membentuk sistem tersebut dan juga faktor sejarah dalam perpolitikan di suatu negara. Salah satu elemen yang membentuk sistem politik adalah lingkungan. Sistem politik di suatu negara sangat dipengaruhi oleh keadaan dalam lingkungannya. Lingkungan mempunyai peranan penting, yakni berupa input, baik itu dalam bentuk tuntutan ataupun dukungan. Melalui teori sistem politik David Easton, menjelaskan lingkungan tersebut terdiri atas intrasocietal dan extrasocietal. Hampir setiap sistem politik akan berinteraksi dengan sistem politik yang lain dalam lingkungan internasional. Namun, lingkungan internasional atau secara teori disebut extrasocieta

Pemberdayaan Gerakan Kepemudaan dalam Mewujudkan Industri Pariwisata yang Menjunjung Kearifan Lokal, Berbudaya, dan Kompetitif

Sebagai negara yang diberikan berbagai macam anugerah, masyarakat Indonesia patut berbangga dan bersyukur. Bagaimana tidak, dengan luas wilayah 1,904,569 km 2 , menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Ditambah dengan lokasi Indonesia di antara dua benua dan dua samudera membuat Indonesia menjadi persimpangan kebudayaan dari Asia dan Australia sehingga Indonesia memiliki beragam kebudayaan dan tradisi. Anugerah tersebut sudah selayaknya menjadi potensi yang tidak ternilai. Dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia, tiap-tiap daerah memiliki ragam corak kebudayaan masing-masing yang tidak ada di daerah lain.  Tentunya hal tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi setiap insan di dunia, mengingat Indonesia tiada duanya. Namun, mengingat segala keterbatasan yang ada, Indonesia belum mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki, terutama dalam bidang pariwisata. Berbagai permasalahan klasik diduga menjadi penyebabnya. Mulai dari infrastruktur di daerah yang be

Mengagumi Kemegahan Keraton Kasepuhan Di Cirebon

Melancong ke Cirebon tak lengkap rasanya apabila tak berkunjung ke Keraton Kasepuhan Cirebon. Yaps, kota budaya yang terkenal dengan julukan kota udang ini memiliki banyak keraton. Setidaknya ada empat keraton yang terletak di kota Pantura ini. Hal ini menunjukkan bahwa Cirebon merupakan kota dengan sejarah yang begitu panjang.  Keraton Kasepuhan adalah salah satu diantaranya. Letaknya tepat berada di pusat Kota Cirebon, membuatnya sangat mudah untuk ditemukan. Keraton Kasepuhan merupakan keraton yang termegah dan paling terperhatikan kondisinya diantara tiga keraton lainnya. Setiap sudut arsitektur bangunannya sarat akan nilai-nilai filosofis dan mengandung unsur kebudayaan yang begitu dalam, sehingga menimbulkan makna sejarah di masa kini. Dengan dikelilingi pekarangan yang luas dan taman-taman nan indah menghiasi bangunan utama keraton membuat keraton begitu estetika. Dahulu kala, di masa kerajaan-kerajaan berjaya di Nusantara, Keraton Kasepuhan Cirebon merupakan tempat sul